Agribisnis
itu adalah suatu sistem yang utuh mulai sub-sistem penyediaan sarana
produksi dan peralatan pertanian; sub-sistem usahatani; sub-sistem
pengolahan atau agroindustri dan sub-sistem pemasaran. Agar sub-sistem
ini bekerja dengan baik maka diperlukan dukungan sub-sistem kelembagaan
sarana dan prasarana serta sub-sistem pembinaan.
Umumnya
kelemahan dari pelaksanaan sistem agribisnis ini terletak pada lemahnya
keterkaitan sub-sistem tersebut. Apa yang terjadi di lapangan adalah
bahwa sub-sistem tersebut bekerja sendiri-sendiri.
Agar
pelaksanaan sistem agribisnis berjalan lancar dan agar keterkaitan
antarsub-sistem bertambah kuat maka diperlukan dukungan sumberdaya alam
(SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Penekanan pada SDA terletak pada
bagaimana menerapkan sistem agribisnis yang memperhatikan aspek
keberlanjutan (sustainibility). Penekanan pada SDM terletak pada
bagaimana meningkatkan kualitas SDM di berbagai sektor kegiatan sistem
agribisnis.
1.3. Pentingnya Memahami Wawasan Agribisnis
kita
akan membahas ‘Pentingnya Memahami Wawasan Agribisnis’ dalam arti
mengapa perlu agribisnis dalam pembangunan pertanian? Pengalaman
menunjukkan bahwa pembangunan yang berwawasan agribisnis ini mampu:
meningkatkan pendapatan produsen;meningkatkan penyerapan tenaga kerja;
meningkatkan perolehan devisa; dan menambah jumlah agroindustri baru.
Untuk
itu pengalaman juga menunjukkan bahwa hal tersebut disebabkan didukung
oleh strategi pertanian tangguh. Petaninya, pembinanya dan lembaganya
harus tangguh. Ini artinya SDM dan lembaga pendukungnya (agrisupport
activities) harus tangguh.
Kondisi
lain yang mendukung keberhasilan pembangunan pertanian tersebut adalah
karena kondisi agroklimat yang ada sangat menguntungkan dan kemauan
politik pemerintah juga sangat mendukung. Walaupun demikian di sana-sini
masih banyak kekurangan. Ini dapat dibuktikan dari produktivitas
(produksi per hektar) komoditas yang sama dari yang dihasilkan oleh
negara lain. Ini lazimnya lebih dikenal dengan istilah kalah bersaing.
Kondisi
kalah bersaing pada masa mendatang dalam era globalisasi atau era GATT,
maka hal tersebut akan lebih serius lagi. Oleh karena itu upaya-upaya
untuk meningkatkan daya saing perlu terus ditingkatkan lagi. Untuk
meningkatkan daya saing ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain dengan penggunaan teknologi baru, melakukan efisiensi di segala
bidang agar biaya produksi dapat ditekan, produksi dapat ditingkatkan
dan keuntungan yang lebih besar dapat diraih. Juga melaksanakan usahanya
dengan sentuhan-sentuhan sistem agribisnis, sebab dengan sentuhan
sistem agribisnis maka keuntungan akan lebih besar lagi. Untuk mengawali
peningkatan daya saing itu perlu diberikan prioritas pada komoditas
unggulan.
1.4. Keterkaitan Pelaku Ekonomi Agribisnis
Pelaku
ekonomi atau yang lazim disebut pula dengan ‘dunia-usaha’ terdiri dari
BUMN, Swasta dan Koperasi. Pembagian seperti ini tentunya tergantung
dari kebutuhan, namun pembagian ‘dunia usaha’ menjadi BUMN, Swasta dan
Koperasi adalah lazim digunakan dalam terminologi yang ada. Ketiga pelaku ekonomi ini saling bekerja sama satu sama lain menurut kepentingannya masing-masing.
Hal
ini disebabkan baik BUMN, Swasta maupun Koperasi mempunyai kekuatan dan
kelemahan masing-masing. Karena itu mereka saling membutuhkan satu sama
lain. Begitu pula halnya dengan usaha pengembangan agribisnis, ketiga
pelaku ekonomi ini saling bekerja sama menurut kepentingannya
masing-masing.
1.5. Agribisnis sebagai Suatu Pendekatan
Agribisnis
itu adalah suatu sistem pendekatan pembangunan yang utuh. Sistem ini
terdiri dari empat subsistem yaitu penyediaan sarana produksi dan
peralatan, usahatani, pengolahan dan pemasaran. Dalam pelaksanaan lebih
lanjut agar empat subsistem dapat berjalan dengan baik maka diperlukan
dua subsistem lagi, yaitu subsistem infrastruktur dan subsistem
pembinaan. Oleh karena itu pelaksanaan agribisnis memerlukan koordinasi
dari berbagai pendekatan pembangunan pertanian. Profesor Mosher dengan
pendekatan lima prinsip utama, Soekartawi dengan RTIC-endowment, Schultz
dengan konsep traditional agriculture dan sebagainya.
Setelah
koordinasi tersebut berjalan lancar, maka diperlukan penciptaan kondisi
yang kondusif yang memadai di pedesaan atau di daerah di mana
agribisnis tersebut dilaksanakan. Kondisi kondusif ini antara lain
adalah tersedianya komponen agribisnis secara lengkap di pedesaan;
adanya wirausaha dan kemitraan dan kondisi lain yang mendukung.
1.6. Faktor Strategi yang Perlu Diperhatikan
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan agribisnis adalah faktor
strategik yang komponennya terdiri dari: Lingkungan strategik dalam dan
luar negeri; Permintaan; Sumberdaya alam dan manusia; dan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
1.7. Pentingnya Sektor Agribisnis Sebagai Penyedia Pengan dan Gizi
Berbagai
cara telah dilakukan oleh pemerintah antara lain melalui program
diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi.
Diversifikasi horizontal pada dasarnya adalah penganekaragaman macam
tanaman dan diversifikasi vertikal pada dasarnya adalah untuk
meningkatkan nilai tambah. Intensifikasi dilaksanakan melalui berbagai
program BIMAS, INMAS, INSUS atau OPSUS. Ekstensifikasi dilakukan melalui
program perluasan areal apakah mencetak sawah baru atau melakukan
tanaman di lahan yang semula tidak ditanami. Kemudian program
rehabilitas khusus rehabilitasi infrastruktur (irigasi misalnya)
dilakukan untuk mendukung program peningkatan produksi.
Peningkatan
swasembada pangan memang diutamakan beras dan polowijo khususnya jagung
dan kedelai. Karena itu pulalah dikenal program intensifikasi palawija
jagung dan kedelai. Namun demikian bukan berarti program peningkatan
produksi komoditas yang lain diabaikan begitu saja. Program
peningkatan produksi non beras, jagung dan kedelai tetap pula
dilaksanakan. Hal ini senada dengan semakin meningkatnya konsumsi
karbohidrat, protein dan nabati yang disebabkan oleh semakin tingginya
pendapatan per kapita dan semakin meningkatnya kesadaran akan kecukupan
pangan dan gizi (Perhepi, 1989).
1.8. Sektor Agribisnis Sebagai Penyedia Lapangan Kerja
Seperti
dijelaskan sebelumnya bahwa sektor pertanian menyerap sekitar 49% dari
angkatan kerja yang ada. Sebagian besar (75%) dari angkatan kerja di
sektor pertanian ini tidak sekolah, sekolah tetapi tidak tamat Sekolah
Dasar (SD) dan hingga tamat SD saja. Oleh karena itu dapat dimengerti
kalau produktivitas kerjanya relatif rendah. Dari jumlah tersebut
sebagian besar berada di subsektor tanaman pangan dan hortikultura. Di
samping penyerapan tenaga kerja yang begitu besar di sektor pertanian,
maka pertumbuhan penyerapan kerjanya juga paling rendah yaitu sebesar
2,08%/tahun dalam periode 1980-1990. Jauh lebih rendah bila dibandingkan
dengan pertumbuhan penyerapan kerja di sektor industri dan perdagangan
atau angka rata-rata nasional sekalipun.
Bentuk
partisipasi tenaga kerja di sektor pertanian sangat tergantung dari
tanaman yang diusahakan dan beban kerja yang dilaksanakan. Oleh karena
itu maka faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja
lazimnya adalah macam tanaman yang diusahakan, beban kerja dikegiatan
yang ditawarkan, luas areal, upah, teknologi, pria atau wanita,
keterampilan (pengetahuan/pendidikan) dan sebagainya.
1.9. Sektor Agribisnis Sebagai Penghasil Devisa
Ternyata
selama beberapa tahun terakhir ini nilai ekspor pertanian meningkat
terus. Begitu pula ekspor hasil olahan. Namun karena perkembangan nilai
ekspor sektor ekonomi yang lain, khususnya sektor industri meningkat
secara tajam, maka secara relatif (persentase), perkembangan ekspor
hasil olahan produk pertanian tersebut menjadi menurun. Para pengamat
masih melihat adanya prospek yang tetap cerah pada ekspor hasil
pertanian dan hasil olahannya pada masa mendatang. Namun bukan berarti
hal tersebut tidak dijumpai tantangan. Akan diberlakukannya GATT dan
semakin majunya perkembangan ekspor hasil pertanian dan hasil olahan
negara lain, juga akan menjadikan persaingan pasar produk pertanian
menjadi semakin meningkat. Oleh karena itu perlu ada upaya untuk
meningkatkan daya saing produk pertanian antara lain melalui peningkatan
kualitas, penyediaan bahan baku industri pertanian dalam jumlah cukup
dan kontinu, penggunaan teknologi yang semakin modern dan terus mencari
peluang pasar.
1.10. Sektor Agiribisnis Sebagai Sumber Pendapatan
Kegiatan
di sektor pertanian memang mampu berperan meningkatkan pendapatan
petani. Indikatornya pertanian antara lain meningkatnya produktivitas
pertanian, banyaknya orang yang bekerja di sektor pertanian, nilai
produksi yang secara absolut meningkat terus dan pendapatan petani yang
juga terus meningkat dari waktu ke waktu.
1.11. Pentingnya Input (Sarana Produksi Pupuk, Bibit, Pestisida, Tenaga Kerja dan Peralatan)
Sarana
produksi pertanian lazimnya terdiri dari bibit, pupuk, pestisida,
peralatan dan tenaga kerja. Kata lain sarana produksi adalah input.
Input ini diperlukan untuk memperoleh output (produksi). Besar-kecilnya
output sangat tergantung dari input. Jadi hubungan input-output dapat
dituliskan sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, ………………, Xi, ……………….., Xn)
di mana Y = output dan X = input.
Penggunaan
sarana produksi diusahakan seefisien mungkin. Ada tiga macam efisiensi
dalam suatu usahatani, yaitu efisiensi teknis, efesiensi harga dan
efisiensi ekonomi. Jadi problem dalam usahatani adalah bagaimana
mencapai efisiensi ini (efisiensi ekonomi) agar diperoleh keuntungan
yang tinggi. Banyak-sedikitnya penggunaan input, sangat tergantung dari
macam tanaman, agroklimatnya, lahan, tinggi tempat dan sebagainya. Pada
umumnya usaha agribisnis dilakukan pada sebidang lahan sebagai komponen
input utama, dengan usaha budidaya komoditas tertentu dari : tanaman,
khewan atau perikanan dengan menggunakan kombinasi input (sarana
produksi : benih, pupuk, pestisida atau input lainnya) yang dikelola
oleh petani sebagai manajer. Disamping itu input dapat bersifat tetap, seperti : gedung, tempat penjemuran, alat atau mesin dan input tetap lainnya.
Tiap
komoditas memerlukan dosis input yang berbeda-beda dan diperlukan skill
atau pengetahuan petani dalam mengkombinasikan bermacam input tersebut
untuk memperoleh produksi yang optimal. Disamping kombinasi dari input
yang telah dilakukan, usaha
agribisnis sangat tergantung dari iklim yang dapat berubah setiap saat
serta serangan hama penyakit yang tidak dapat diprediksi (unpredictible). Sehingga dapat dikatakan bahwa usaha agribisnis tingkat resiko kegagalannya relatif lebih besar dibanding dengan usaha lainnya. Hal
ini merupakan salah satu kendala yang menyebabkan belum banyak
perusahaan asuransi yang bersedia sebagai penjamin dalam sektor ini. Keadaan
demikian menuntut petani untuk lebih meningkatkan kemampuannya,
disamping mengelolanya usahanya juga kewaspadaannya terhadap kemungkinan
resiko yang disebabkan oleh alam.
II. PRINSIP PRINSIP EKONOMI DALAM AGRIBISNIS
Prinsip-prinsip
ekonomi pada fungsi produksi pada dasarnya bagaimana memasukkan
variabel harga pada karakteristik fungsi tersebut. Misalnya pada saat
mencari efisiensi penggunaan input. Efisiensi ini salah satunya adalah
efisiensi harga atau ada pula yang menyebutkan efisiensi alokatif yang
dinyatakan dengan kondisi nilai produk marjinal input X, (NPMx) sama
dengan harga input X (Px). Jadi NPMx = Px
Untuk
mencari dan mencapai kondisi seperti ini memang tidak mudah. Oleh
karena itu perlu diteliti terlebih dahulu kaitan produk total,
(PT),produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR) untuk mencari di
mana dan berapa alokasi input agar diperoleh Elastisitas produksi lebih
besar dari satu (Ep>1)
2.1. Hubungan Input Output
Fungsi
produksi pada dasarnya adalah hubungan (fisik) antara output dan input.
Hubungan ini dapat dituliskan sebagai Y = f (X). Jadi Y adalah variabel
dependen (variabel yang dijelaskan) dan X adalah variabel independen
(variabel yang menjelaskan). Macam fungsi produksi pada dasarnya dapat
dibagi dua yaitu linear dan non-linear. Bagaimana memilih fungsi
produksi yang baik tergantung dari karakteristik data yang tersedia.
Dengan demikian penelitian perlu menguji data yang akan dipakai dengan
teknik membuat scatter diagram dari Y dengan masing-masing variabel yang
akan menjelaskan Y.
Pemilihan model fungsi produksi yang terbaik sangat tergantung dari the goodness of fit
dari fungsi produksi tersebut. Oleh karena itu peneliti perlu
mengetahui asumsi dan beberapa kelemahan fungsi produksi yang ada.
2.2. Mengalokasikan Input Secara Efisien
Usahatani
pada dasarnya adalah alokasi sarana produksi yang efisien untuk
mendapatkan produktivitas pendapatan usahatani yang tinggi. Jadi
usahatani dikatakan berhasil kalau diperoleh produktivitas yang tinggi
dan sekaligus juga pendapatan yang tinggi. Untuk mencapai kondisi
seperti itu maka penyediaan input harus tepat jumlah dan tepat waktu
serta petani dapat melakukan usahataninya secara baik. Dengan demikian
usahatani dikatakan berhasil bila usahatani tersebut mendapat dukungan
sumber daya alam dan manusia yang memadai dan suplai sarana produksi
yang memadai pula.
Kondisi
seperti itu dapat dicapai dengan pancausahatani yaitu (1) melakukan
pengolahan lahan yang baik; (2) memakai pupuk yang baik dan benar; (3)
menggunakan bibit unggul; (4) melakukan pemberantasan hama dan penyakit
dengan cara pemberantasan hama penyakit terpadu atau integrated pest
management dan (5) melaksanakan irigasi secara baik pula. Karena banyak
produksi yang hilang dan karena petani kurang mengetahui pasar; maka ada
dua hal lagi yang perlu dikuasai petani yaitu post harvest technology
(pengolahan) dan marketing (pemasaran).
Bila
usaha-usaha tersebut sudah dilakukan dan sudah disertai dengan berbagai
macam penyuluhan, maka usahatani yang efisien akan dapat dicapai.
2.3. Biaya Penerimaan dan Keuntungan Usaha Tani
Keuntungan
usahatani atau sering disebut pendapatan usahatani dihitung dengan cara
total penerimaan dikurangi total biaya. Total penerimaan adalah
produksi dikalikan harga. Karena
di dalam praktik petani menjual lebih dari satu kali, dengan harga yang
berbeda-beda, maka data tentang ini perlu dihitung secara cermat. Biaya
produksi dibedakan menjadi biaya usahatani yang tetap (fixed cost) dan
biaya usahatani yang tidak tetap (variable cost). Begitu pula karena
petani membelinya tidak sekaligus, maka perlu kecermatan di dalam
menggali data ini. Perhitungan data biaya, penerimaan dan keuntungan
usahatani perlu dihitung persatuan luas. Lazimnya untuk ukuran luas
adalah per-hektar.
Prinsip Ekonomi untuk Memaksimumkan Keuntungan
Sebagai bentuk perusahaan, usaha agribisnis termasuk dalam ruang lingkup ekonomi mikro. Variabel-variabel yang berkaitan dengan upaya untuk memaksimumkan keuntuntungan (profit), adalah :
1. Biaya marjinal, yaitu berhubungan dengan jumlah banyaknya barang yang akan diproduksi. Kegiatan
ini adalah penambahan masukan (input) sampai biaya tambahan untuk
memproduksi unit terakhir benar-benar sama dengan tambahan penerimaan
yang diberikan dari unit tersebut.
2. Tingkat substitusi marjinal = ratio kebalikan harga (marginal rate of substitution = inverse price ratio). Prinsip produksi ini menjawab pertanyaan, “berapa biaya terendah dari kombinasi input”. Substitusi
dilakukan terhadap input X1 dengan input X2 sampai tingkat substitusi
marjinal (jumlah input X2 yang perlu untuk mensubstitusi satu unit X1) =
ratio kebalikan harga ( PX1 / PX2).
3. Penerimaan (return)
marjinal yang sama. Prinsip produksi ini berkaitan dengan pemanfaatan
satu jenis variabel input dalam jumlah terbatas untuk sejumlah
kemungkinan produksi. Prinsip
ekonomi ini berhubungan dengan komoditas apa yang akan diproduksi atau
bagaimana masukan yang terbatas akan dialokasikan. Input
tersebut digunakan pada sejumlah alternatif produksi (untuk
menghasilkan berbagai jenis output) sampai penerimaan (Return) marjinal
dari unit retakhir input pada setiap alternatif produksi menjadi sama.
Atau input tersebut semuanya digunakan pada bidang usaha (produksi) yang
menghasilkan pengembalian marjinal tertinggi.
Konsep marjinalisasi merupakan konsep ekonomi yang dirancang untuk membantu manajer memaksimumkan keuntungan (profit). Manajer dituntut untuk mengerahkan kemampuannya untuk mengkombinasikan atau memanipulasi hubungan input dan output (input-output relationships) dalam bisnis yang dikelolanya. Biaya
produksi untuk satu unit tambahan input akan berbeda-beda pada saat
jumlah produksi semakin meningkat. Tambahan biaya untuk memproduksi satu
unit tambahan disebut dengan biaya marjinal. Biasanya biaya marjinal menurun jika semakin banyak produk yang dihasilkan dan pada titik tertentu (terendah) akan naik kembali. Hal ini sejalan dengan kecenderungan pada biaya rata-rata (Average cost). Keadaan
ini memberikan gambaran bahwa biaya rata-rata dapat diturunkan dengan
menambah kapasitas produksi dan pada titik tertentu akan meningkat lagi.
Dengan demikian seorang manajer dituntut untuk menentukan tingkat
kapasitas produksinya dengan biaya rata-rata per unit produknya terendah
agar mampu bersaing di pasar.
Pendapatan marjinal menunjukkan tambahan penerimaan yang diperoleh dari penjualan satu unit tambahan produk
2.4. Analisis Usaha Tani
Sebagian besar usahatani tani dikelola pada satuan luas usaha yang relatif sempit (< 0.5 Ha), bahkan
banyak usahatani yang sebetulnya tidak layak disebut sebagai usaha
agribisnis karena lahan yang dikelolanya sangat sempit dan tidak
memenuhi skala usaha. Hal ini
menimbulkan implikasi terhadap pemisahan aset yang digunakan sebagai
faktor produksi, terutama saprodi dan tenaga kerja antara input yang
berasal dari luar dan keluarga. Sebagian
besar petani sering tidak menghitung korbanan yang dikeluarkan sebagai
biaya produksi, sehingga menyulitkan untuk menghitung seluruh biaya
produksi dan keuntungan yang sebenarnya diperoleh.
Skala usaha agribisnis dengan lahan sempit, cenderung orientasi petani kepada usaha subsisten, yaitu agribisnis yang diusahakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, terutama kebutuhan pangannya. Sedangkan agribisnis dengan lahan yang relatif luas, orientasinya cenderung diarahkan pada usaha agribisnis komersial, yaitu agribisnis yang diarahkan untuk memperoleh keuntungan dan permintaan pasar merupakan pertimbangan utama usahanya. Dengan demikian analisis usaha tani mengenal dua analisis, yaitu :
a. Analisis usahatani perusahaan,
yaitu : semua biaya yang dikeluarkan pada usaha agribisnisnya, baik
yang dibeli maupun yang berasal dari keluarga (tidak dibeli)
diperhitungkan sebagai biaya produksi (Contoh : tenaga kerja dalam
keluarga yang tidak dibayar).
b. Analisis usahatani riil, yaitu : biaya produksi yang diperhitungkan, hanya semua biaya yang secara riil benar-benar dikeluarkan oleh petani. Sedangkan faktor produksi yang tidak dibeli atau dibayar tidak diperhitungkan sebagai biaya produksi.
Sebagai
usaha yang dikelola secara profesional, agar usaha agribisnis yang
dilakukan diketahui secara pasti laba-ruginya, maka analisis usahatani
perusahaan lebih mencerminkan kondisi perkembangan usaha yang
sebenarnya, sehingga petani dapat mempertimbangkan pemilihan komoditas
untuk usaha berikutnya, apakah akan diteruskan atau mengganti komoditas
lainnya.
Pada
usaha agribisnis skala luas (perkebunan, peternakan atau usaha
perikanan) dengan investasi yang relatif besar, maka analisis agribisnis
dilakukan untuk melihat apakah suatu agribisnis tersebut menguntungkan
atau tidak. Alat yang dipakai untuk menghitung keuntungan ini adalah
data yang membentuk total penerimaan dan total biaya. Kemudian alat
analisis seperti R/C, B/C, NPV atau IRR dapat dipakai untuk mengukur
keuntungan tersebut. Justifikasinya adalah bila R/C > 1 (dapat 1,5
atau 2,0 tergantung alasannya); B/C > 1, NPP = positif dan IRR lebih
besar dari tingkat bunga. Analisis kelayakan usaha secara lebih detil dibahas pada analisis proyek.
2.5. Faktor Yang Perlu Diperhatikan
Setiap
proses pengolahan produk pertanian (agroindustri), akan berbeda satu
sama lain, tergantung dari ciri produk pertanian yang dijadikan sebagai
bahan baku. Namun secara umum, faktor yang mempengaruhi prosesing produk
pertanian ini adalah masalah SDM; keadaan input atau bahan baku dan hal
lain yang berkaitan dengan alat dan bahan. SDM perlu tersedia bukan
saja kuantitasnya tetapi juga kualitasnya seperti yang diperlukan dalam
agroindustri tersebut. Kemudian yang berkaitan dengan input (bahan baku)
adalah tergantung dari tersedianya input, kontinuitas tersedianya
input, kualitas input dan harga input. Selanjutnya tentang alat dan
metode sangat tergantung dari skala perusahaan yang ada. Makin modern
usaha agroindustri, maka makin kompleks atau makin modern alat dan
metode yang digunakan.
2.6. Mengembangkan Produk Olahan (Produk Agroindustri)
Produk
agroindustri tidak selalu berbentuk fisik seperti kripik pisang; teh
kotak, juice sirsat dan sebagainya; tetapi ada yang tidak berbentuk
fisik seperti jasa agroindustri (konsultan), bantuan organisasi, ide dan
sebagainya. Sedangkan produk agroindustri yang berbentuk fisik yang
bahan bakunya diperoleh dari produk usahatani, maka produk agroindustri
tersebut dinamakan produk sekunder (produk olahan). Sebaliknya bila
produk usahatani langsung dijual ke pasar, maka produk tersebut
dinamakan produk primer. Kapan suatu produk pertanian dijual dalam
bentuk produk primer atau sekunder tergantung dari ciri produk tersebut.
Pengolahan produk primer ke produk sekunder, utamanya dimaksudkan untuk
meningkatkan nilai tambah. Bila ada nilai tambah yang lebih tinggi,
maka keuntungan usahatani akan lebih besar lagi.
Produk
agroindustri yang dihasilkan dari proses pengolahan sangat tergantung
dari tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinu; kualitas dan harga.
Sedangkan pengembangan produk agroindustri sangat tergantung dari
permintaan pasar atau permintaan konsumen. Perubahan yang ada di pihak
konsumen apakah itu selera, tingkat pendapatan konsumen dan jumlah
konsumen yang semakin bertambah adalah menentukan volume produk
agroindustri yang dijual ke pasar. Kadang-kadang bukan volume yang
bertambah tinggi tetapi juga tuntutan kualitas produk yang juga menaik.
Bila
pasar sudah jenuh, maka perlu strategi penetrasi pasar. Tujuannya untuk
meningkatkan jumlah barang agroindustri yang dijual, misalnya melalui
promosi yang lebih intensif lagi. Kalau strategi ini tidak membawa
hasil, maka perlu dilakukan strategi pengembangan pasar. Artinya, produk
agroindustri yang sama dijual di pasar yang lain atau di tempat yang
baru. Karena di tempat yang baru tersebut produk agroindustri ini belum
dikenal, maka perlu ada intensifikasi promosi yang lebih gencar.
Bila
saja dua macam strategi itu sudah tidak mampu lagi menaikkan omzet
penjualan, maka produk agroindustri tersebut perlu ditinjau kembali.
Mengapa produk tersebut tidak mampu bersaing di pasaran? Di sini
diperlukan strategi pengembangan produk atau strategi diversifikasi
vertikal. Artinya produk yang dijual dengan perlakuan yang berbeda.
Misalnya teh kotak isi 350 ml; 500 ml; 650 ml; 750 ml; dan 1000 ml (1
liter). Atau bentuk kemasan diubah sedemikian rupa sehingga lebih
menarik pembeli; atau warna kemasan diubah; atau label tulisan diganti
yang semuanya itu agar dapat memikat pembeli. Kalau ketiga strategi ini
sudah kurang atau tidak mampu lagi menaikkan penampilan pasar produk
agroindustri tersebut, maka strategi terakhir adalah melakukan
diversifikasi produk. Jadi perusahaan tidak menjual teh kotak saja,
tetapi juga sirsat, kelapa, jeruk, jambu, blimbing dan sebagainya,.
dalam bentuk juice. Karena ini produk baru, maka perlu promosi yang
lebih intensif lagi.
2.7. Relevansi Pengolahan Hasil dan Pemasaran
Produk
yang dihasilkan oleh suatu proses pengolahan mengikuti perubahan yang
ada pada konsumen. Untuk itu perlu ada penelitian konsumen baik itu
perubahan pada selera atau lainnya.Setiap perubahan konsumen akan
menentukan produk yang akan dihasilkan. Perubahan harga, tempat
penjualan dan strategi promosi (product, price, place dan promotion
atau strategi 4-P). Teori pemasaran modern strategi 4-P ini sudah
berubah sesuai dengan pasar yang ada misalnya apakah ada kekuatan
(power) sehingga power tersebut akan mempengaruhi market structure,
market conduct dan market performance (struktur pasar, pelaksanaan
pemasaran dan penampilan pasar).
Oleh
karena itu pemasaran itu bersifat dinamis, berubah setiap saat dan itu
perlu diantisipasi oleh processing (pengolahan produk). Bila pengolahan
produk berubah itu artinya cara dan bahannya juga berubah dan perubahan
ini berarti perubahan biaya juga.
2.8. Arti dan Fungsi Pemasaran
Kegiatan
pemasaran adalah salah satu sub-sistem dari agribisnis. Oleh karena itu
dalam melakukan usaha di bidang pertanian, maka aspek pemasaran harus
sudah masuk dalam pertimbangan. Banyak argumen yang berbeda dalam
mengartikan pemasaran, tetapi pada umumnya bermakna sama, yaitu
‘penyampaian barang, jasa dan ide (gagasan) dari produsen ke konsumen
untuk memperoleh laba dan kepuasan yang sebesar-besarnya’.
Kegiatan
pemasaran bukan merupakan kegiatan yang berdiri sendiri, tetapi
berkaitan dengan kegiatan yang lain. Seperti kegiatan usahatani
(kegiatan produksi) dan distribusi. Dalam praktiknya, kegiatan pemasaran
melibatkan lembaga pemasaran yang ada dan melibatkan peran konsumen
(pembeli barang). Bahkan akhir-akhir ini banyak teori pemasaran yang
justru dalam pembahasannya lebih banyak ditekankan pada peran konsumen
ini. Apakah perannya sebagai pembentuk harga, perannya dalam membeli
barang dan sebagainya.
Bagi
produsen, pemasaran ini merupakan variabel yang di luar jangkauannya
(exegenous variable). Produsen tidak mampu menguasai pasar secara utuh,
karena pemasaran merupakan kegiatan tarik-menarik antara
produsen-konsumen atau antara penawaran dan permintaan. Sayangnya yang
memenangkan tarik-menarik tersebut adalah konsumen. Jadi kalau posisi
produsen lemah, maka harga produksi akan dikendalikan oleh konsumen.
Untuk itu, produsen perlu memperkuat bargaining power (kekuatan menawar
harga) misalnya dengan cara menjual produksi secara berkoperasi atau
membuat kontrak jual-beli dengan pihak lain.
2.9. Lembaga Pemasaran
Lembaga
pemasaran adalah institusi yang terlibat dalam kegiatan penyampaian
barang, jasa dan ide dari produsen ke konsumen. Banyak-sedikitnya
lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran disebabkan oleh
banyak hal antara lain macam komoditas yang diperdagangkan, lokasi,
volume, derajat risiko, dan sebagainya. Bila lembaga pemasaran itu
bertindak terlalu aktif sehingga posisinya menekan produsen (petani),
maka persentase penerimaan yang diterima produsen menjadi relatif
rendah. Oleh karena itu, peran lembaga pemasaran dan petani perlu saling
menguntungkan satu sama lain; sehingga tidak ada yang dirugikan. Sebab
bagaimanapun juga lembaga pemasaran ini sangat diperlukan bagi petani
untuk menjual barangnya. Bila kerja sama antara produsen dengan petani
berjalan sangat rapi, maka persentase yang diterima petani dapat lebih
baik dan lembaga pemasaran menerima keuntungan secara wajar juga.
2.10. Saluran Pemasaran
Saluran
pemasaran diperlukan untuk mengukur efisiensi pemasaran, menambah omzet
penjualan, memudahkan promosi, memudahkan negosiasi dan meningkatkan
kontrak bisnis dengan para partner dagang. Bentuk saluran dapat
sederhana sampai kompleks. Hal ini disebabkan oleh karakteristik produk
pertanian yang spesifik, musiman, mudah rusak, seringkali dipasarkan
dalam keadaan segar dan karenanya harus dipasarkan dalam waku yang
cepat.
Dengan
mengetahui saluran pemasaran, maka distribusi marjin (keuntungan)
pemasaran dapat dihitung dan selanjutnya efisiensi pemasaran dapat
diketahui.
2.11. Prasarana Fisik
Prasarana
dapat dikategorikan sebagai prasarana fisik dan non-fisik. Prasarana
fisik, seperti yang dijelaskan di modul ini antara lain telepon,
transportasi (jalan darat dan air), air dan listrik. Semakin baiknya
prasarana dapat berakibat positif dan negatif. Prasarana yang semakin
baik akan mendorong semakin tingginya aktivitas ekonomi daerah,
pembangunan pertanian semakin lancar dan keuntungan petani semakin
meningkat yang disebabkan oleh biaya semakin dapat ditekan. Dampak
negatif antara lain, barang-barang ‘modern’ masuk desa dan petani
menjadi cenderung konsumtif dengan barang-barang kota tersebut.
Prasarana non-fisik ini juga berperan tidak kalah pentingnya dengan
prasarana fisik. Lembaga penyedia sarana produksi (bibit, pupuk,
pestisida dan peralatan), lembaga kredit, lembaga penyuluhan dan lembaga
yang mau membeli produk pertanian sangat diperlukan dalam proses
produksi. Tujuannya adalah membantu petani untuk meningkatkan produksi
dan pendapatan.
2.13. Memanfaatkan Prasarana Semaksimal Mungkin
Prasarana
diakui penting dalam mendukung kegiatan agribisnis. Tetapi kerja dari
masing-masing prasarana harus rapi, harus padu dan lainnya saling
mendukung dan saling siap. Untuk itulah perlu koordinasi dalam
melaksanakan kegiatan agribisnis dan perlu ada perencanaan kegiatan
agribisnis yang jelas.
2.14. Pembinaan Standardisasi dan Akreditasi
Selanjutnya
akan kita tengok tentang pembinaan standarisasi dan akreditasi dari
kegiatan agribisnis. Pembinaan ini menjadi penting karena dalam
era-globalisasi dituntut keterbukaan, ketelitian, kemampuan bersaing,
dan sebagainya. Oleh karena itu proses produksi harus jelas agar semua
pihak baik produsen atau konsumen tidak dirugikan. Untuk itu pulalah
maka Badan Agribisnis (1995) telah menetapkan tujuan dari diadakannya
pembinaan standarisasi dan akreditasi ini, yaitu: Meningkatkan efisiensi
produksi, meningkatkan produksi dan pendapatan petani, menciptakan
iklim usaha yang sehat, meningkatkan daya saing, melindungi konsumen,
melancarkan jalannya aktivitas pemasaran, mendorong berkembangnya
investasi, dan membantu kelestarian alam.
2.15. Pembinaan Pengembangan dan Informasi Pasar
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, peran informasi menjadi amat penting, baik untuk kepentingan sistem produksi, konsumsi
maupun distribusi. Dengan penguasaan informasi yang lengkap, maka
agribisnis akan berjalan lebih efisien dan kompetitif. Dengan demikian
para pelaku agribisnis akan lebih diuntungkan. Bahkan kini banyak orang
menganggap informasi itu seperti halnya suatu komoditi yang dapat
diperjualbelikan. Dengan demikian, maka suatu informasi mempunyai nilai
atau harga dan harga itu sangat ditentukan oleh tarik-menarik antara
ketersediaannya informasi dan kebutuhan informasi tersebut.
2.16. Pembinaan Usaha dan Hubungan Kelembagaan
Disadari
bahwa keterkaitan antara pelaku sistem agribisnis relatif lemah. Hal
ini terjadi karena kurangnya penguasaan pasar (baik bagi konsumen maupun
produsen), sehingga sering terjadi distorsi pasar. Itulah sebabnya
mengapa harga produk pertanian sering berfluktuasi.
Karena
itulah diperlukan pembinaan usaha (baik bagi petani maupun pembeli
hasil pertanian) agar usahanya itu dapat tumbuh dan berkembang serta
mampu bersaing di pasaran. Begitu pula karena banyaknya dan kompleksnya
lembaga yang terlibat dalam kegiatan agribisnis, maka untuk tujuan
efisiensi, diperlukan pembinaan terhadap hubungan kelembagaan para
pelaku agribisnis ini.
2.17. Pembinaan Pemgembangan dan Pengelolaan Lingkungan
Berkelanjutan
Investasi adalah penting bagi peningkatan pembangunan. Oleh karena itu iklim investasi yang kondusif dan menguntungkan perlu diciptakan.
Ini berarti kebijakan tentang investasi yang kondusif perlu diteruskan.
Investasi berkaitan dengan bunga bank, oleh karena itu kebijakan soal
bunga Bank perlu mendapatkan perhatian. Investasi tidak boleh merusak
lingkungan. Olehmod karena itu kebijakan soal ini juga perlu
diperhatikan. Sebab investasi yang merusak lingkungan akan merugikan
pemanfaatan sumber daya alam untuk generasi yang akan datang. Karena
itulah diperlukan pembinaan pengembangan investasi dan pengelolaan
lingkungan yang berkelanjutan.
888 Casino Resort Atlantic City, NJ Jobs - JtmHub
BalasHapus888 Casino 태백 출장마사지 Resort Atlantic 포항 출장마사지 City, NJ 충청남도 출장마사지 Jobs · Food Delivery · Hotel Service · Transportation & Amenities 청주 출장샵 · ATM. Check out 경기도 출장안마 job opportunities at 888 Casino Resort.