Suatu saat nanti kamu pasti akan menyesal karna telah mensia-siakan aku dan pasti akan minta balikan lagi sama aku.Karna cuma aku orang yang bisa mengerti kamu,dan aku juga orang yang sangat tulus mencintai kamu apa adanya.
Tiba-tiba aku ingat dengan kata-kata yang pernah aku ucapakan dulu,kamu
dulu pergi meninggalkan aku karna dia.kamu lebih memilih dia dari pada
aku.kenapa???
Itu yang selalu aku pertanyakan,tapi aku tidak pernah mendapatkan jawaban yang pasti dari kamu.apa kamu bosan atau gimana???
Kamu selalu bungkam,kamu lebih peduli dengan perasaanmu sendiri dari pada perasaanku.
Kamu nggak pernah tau bagaimana perasaanku saat kamu pergi meninggalkan
aku dan kamu lebih memilih dia,aku kecewa tapi aku berusaha iklas.
Walaupun sebenernya aku masih sangat sayang sama kamu dan belum puas
karna belum ada jawaban dari kamu,tapi mungkin ini yang terbaik buat
kamu dan bukan buat aku.
Setelah sekian lama dan aku sudah benar-benar bisa melupakan kamu dengan
utuh tiba-tiba kamu datang lagi dalam kehidupanku.aku tidak tau maksud
kamu apa,kamu selalu saja mencuri perhatianku,kamu berubah menjadi orang
sangat perhatian sama aku,walaupun aku selalu cuek sama kamu tapi kamu
tetap aja peduli dan perhatian sama aku.
Maaf kalo aku juga berubah
dan harus cuek sama kamu.aku cuek karna aku punya alasan,aku cuma tidak
mau rasa sakit atau hal yang pernah aku alami dulu terjadi lagi.itu aja
kok.
Semakin hari aku semakin cuek sama kamu,seperti biasa kamu tidak pernah menyerah malah kamu semakin perhatian sama aku.
Dan diluar diguaanku,kamu minta balikan lagi dan minta maaf apa yang telah kamu lakukan dulu padaku.
Ok fine,semua udah aku anggap masa lalu dan aku nggak ada rasa benci atau apapun sama kamu.
Tapi maaf aku tidak bisa balikan lagi sama kamu karna aku udah bahagia
dengan apa yang aku jalani saat ini.aku bisa bahagia tanpa kamu.
Kamu boleh bilang kamu akan bahagia dengan aku,tapi aku tidak akan bisa
bahagia dengan kamu.karna aku akan jauh lebih bahagia lagi dengan orang
lain,aku harap kamu bisa mengerti.
ralidin
Minggu, 01 Desember 2013
Kamis, 10 Oktober 2013
LAPORAN PERAMALAN HAMA DAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TANAMAN
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa dimasa depan, sebab
efektif atau tidaknya suatu keputusan umumnya tergantung pada beberapa
faktor yang tidak dapat kita lihat pada waktu keputusan itu diambil.
Peramalan merupakan komponem
penting dalam strategi pengelolaan hama dan penyakit tanaman sebab
dengan adanya peramalan dapat memberikan peringatan dini mengenai
tingkat dan luasnya serangan.
Dalam
peramalan juga di butuhkan data untuk membuat suatu model peramalan,
untuk mendapatkan data tersebut maka di perlukan adanya pengamatan
terlebih dahulu, data pengamatan yang baik dapat digunakan untuk
mengetahui hama dan penyakit utama di suatu daerah, dan yang lebih
penting dapat digunakan untuk merevisi program pengendalian yang telah
ada. Makin
lengkap data yang tersedia mengenai hubungan antara intensitas penyakit
dengan bermacam-macam faktor, cara prakiraan akan semakin tepat.
Prakiraan penyakit tanaman memungkinkan untuk memprediksi peluang
terjadinya peledakan (out-break) atau peningkatan intensitas
penyakit dan kemudian bagi kita untuk menentukan apa, kapan dan dimana
tindakan pengendalian akan dilakukan. Itu semua akan bermanfaat sekali
karena dalam pengelolaan penyakit tumbuhan, faktanya dilapangan petani harus selalu menghitung resiko, biaya dan keuntungan pada setiap keputusan yang di ambil.
Pengamatan yang dilakukan oleh kelompok praktikum kami dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, di Ngijo, Karangploso pada tanggal 16 november 2011.
1.2 Tujuan
1.2.1 Pengertian Pengamatan dan Ambang Ekonomi
1.2.2 Peranan pengamatan dalam Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu
1.2.3 Macam-macam pengamatan
1.2.4 Pengamatan dan penilaian serangga hama dan penyakit
1.2.5 Bentuk-bentuk penyebaran daan ciri-cirinya
1.2.6 Tehnik pengambilan contoh
1.2.7 Macam-macam perangkap
1.2.8 Hama dan Penyakit penting pada tanaman Jagung
1.2.9 Faktor yang mempengaruhi penyebaran Hama dan Epidomologi Penyakit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengamatan dan Ambang Ekonomi
o Pengamatan
adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan data atau
leterangan dengan jalan mengamati, melakukan perhitungan atau pengukuran
terhadap obyek yang di teliti.
o Ambang
Ekonomi adalah suatu tingkat kepadatan populasi hama atau tingkat
intensitas kerusakan tanaman yang mulai mengakibatkan terjadinya
kerugian ekonomik.
(Tim Dosen, 2011)
2.2 Peran Pengamatan dalam Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu
Dengan
melakukan pengamatan kita dapat mengetahui tingkat kepadatan populasi
hama maupun tingkat kerusakan tanaman sebagai akibat serangan hama,
yaitu apakah masih ada di bawah ambang ekonomi yang berarti usaha
pengendalian masih perlu dilakukan, atau sudah mendekati atau bahkan
sudah melewati ambang ekonomi yang berarti usaha pengendalian harus di
lakukan untuk dapat menekan kepadatan populasi hama agar kembali berada
pada posisi di bawah ambang ekonomi.
(Tim Dosen, 2011)
2.3 Macam – macam Pengamatan
2.3.1 Berdasarkan Sifatnya
a. Pengamatan kualitatif
Kegiatan pengamatan yang bermaksud untuk mengetahui macam hama atau penyakit, lokasinya dan bagaimana keadaannya.
b. Pengamatan kuantitatif
Kegiatan
pengamatan yang bermaksud untuk mengetahui lebih rinci tentang hama
atau penyakiut , yaitu berapa luas serangan dan intensitasnya.
(Tim Dosen, 2011)
2.3.2 Berdasarkan Kekerapan Frekuensinya
a. Pengamatan tetap / Pengamatan kontinyu / Pengamatan reguler
Pengamatan
ini dilakukan secara terus menerus secara berkala atau dengan skala
(interval) waktu tertentu pada suatu wilayah pengamatan tertentu.
Pengamatan tetap menghasilkan data keadaan hama dan penyakit dari waktu
ke waktu sehingga dapat memberi gambaran tentang dinamika penyakit dan
populasi hama di wilayah pengamatan tersebut.
b. Pengamatan keliling / insidental
Pengamatan
ini dilakukan sekali-sekali bila keadaan memerlukan. Pengamatan
keliling ini bertujuan untuk menutupi kekurangan yang terdapat pada
pengamatan tetap, karena pada pengamatan tetap jumlah petak contoh
sangat terbatas. Pada prinsipnya pengamatan keliling adalah pengamatan
untuk mengetahui terjadinya serangam hama atau timbulnya penyakit pada
tempat-tempat tertentu yang dapat menjadi ssumber hama atau penyakit.
Dasar dilakukannya pengamata ini adalah bila secara visual tanaman atau
bagian tanaman menunjukan gejala yang patut di curigai , atau adanya
informasi dari sumber yang dapat di percaya.
(Tim Dosen, 2011)
2.3.3 Berdasarkan Jumlah Sampel Yang di Amati
a. Pengamatan global
Pengamatan
yang cukup dilakukan pada skala wilayah pengamatan yang cukup luas,
tetapi dengan jumlah sampel yang relatif sedikit. Data atau informasi
yang di peroleh biasanya masih sangat kasar atau masih kurang teliti.
Pengamata ini minimal 10% dari luasan lahan.
b. Pengamatan halus
Merupakan
kelanjutan dari kegiatan pengamatan global yaitu apabila pengamatan
global di peroleh data atau informasi yang menunjukan adanya penyakit
atau serangan hama yang cukup menghawatirkan, perlu dilakukan penambahan
jumlah sampel yang diamati untuk meningkatkan ketelitian dari data atau
informasi yang di peroleh. Pengamatan ini lebih dari 10% dari luas
lahan , serta ketelitiannya pun lebih intens.
(Tim Dosen, 2011)
2.4 Pengamatan dan Penilaian Serangan Hama
Seringkali
diperlukan penilaian terhadap tingkat serangan hama, baik berdasarkan
tingkat kepadatan populasi hama maupun tingkat intensitas kerusakannya.
Biasanya pertanaman berdasarakan penilaian tersebut dikategorikan
menjadi :
a. Pertanaman sehat
Pertanaman dikatakan sehat bila pertanaman mengalami serangan hama mulai tidak ada sama sekali sampai batas ambang ekonomi.
b. Pertanaman dengan serangan / kerusakan ringan
Pertanaman
dikatakan serangan / kerusakan ringan, bila pertanaman mengalami
serangan hama mulai batas ambang ekonomi sampai di bawah kerusakan 25%.
c. Pertanaman dengan serangan / kerusakan berat
Pertanaman dikatakan serangan / kerusakan berat , bila pertanaman mengalami serangan hama mulai batas 50% sampai di bawah 85%.
d. Pertanaman dengan serangan / kerusakan puso
Pertanaman dikatakan serangan / kerusakan puso, bila pertanaman mengalami kerusakan sama dengan atau lebih besar dari 85%.
(Tim Dosen, 2011)
2.5 Pengamatan Penilaian Serangan Penyakit
Tingkat
kerusakan tanaman yang disebabkan oleh penyakit tanaman disebut
intensitas penyakit. Berbeda pada hama tanaman gejala kerusakan
merupakan satu-satunya sarana yang dapat dipergunakan untuk menentukan intensitas penyakit.
Untuk
menentukan tingkat serangan umumnya ditekankan pada berapa persen
bagian jaringan tanaman yang rusak akibat penyakit. Hal ini didasarkan
pada asumsi bahwa bagian tersebut secara otomatis tidak mampu melakukan
fungsi fisiologis (fotosintesis). Secara normal agar memudahkan dalam
mendapatkan cara pengukuran, maka dibuat grading dalam bentuk kategori
atau klas grading, hendaknya dilakukan dengan cermat. Jumleh kelas
jangan terlalu kecil karena bisa tak ada perbedaan kapasitasnya, dan
jangan terlalu banyak karena membingungkan pengamat untuk memasukkan
kelas tertentu.
Ada beberapa cara untuk menentukan grading, yakni :
1. Skala penyakit, yaitu memberikan uraian verbal dan angka tentang kelas-kelas serangan yang berbeda.
2. Diagram
standart, merupakan penjelasan secara rinci dari masing-masing kelas
serangan dalam bentuk gambar. Oleh karena itu, sering pula disebut skala
penyakit bergambar.
3. Kunci lapang, digunakan untuk mengamati bagian daun yang sakit secara cepat pada seluruh tanaman di lapangan.
Setelah
didapat hasil grading, maka perlu dimasukkan dalam rumus umum, untuk
mendapatkan besarnya tingkat serangan, sebagai berikut :
P = ∑ n. v / N. Z x 100 %
P = tingkat serangan
n = jumlah tanaman/ bagian tanaman dari tiap kategori serangan
v = nilai skala tiap kategori serangan
N = jumlah tanaman/ bagian tanaman yang diamati
Z = harga numerik dari kategori serangan
(Sastrahidayat, 1997)
2.6 Bentuk-bentuk Penyebaran dan Ciri-ciri nya
Secara garis besar penyebaran serangga hama dalam ruang dibedakan menjadi tiga bentuk penyebaran yaitu :
1. Penyebaran Acak
Pada
bentuk ini kedudukan suatu individu serangga hama pada suatu titik di
dalam ruang tidak dipengaruhi ataupun mempengaruhi kedudukan individu
serangga hama lain yang ada pada titik yang lain. Dengan perkataan lain
kedudukan individu serangga hama dalam satu titik di dalam ruang, bebas
tidak terpengaruh oleh individu serangga hama yang lain.
2. Penyebaran Teratur
Pada
bentuk penyebaran teratur ini kepadatan populasi serangga hama hampir
merata. Oleh sebab itu hasil pengamatan kepadatan populasi pada setiap
unit sampel relatif akan sama. Bentuk penyebaran populasi demikian
jarang dijumpai terjadi pada serangga yang mempunyai sifat kanibal,
sehingga satu individu yang lain kedudukannya akan terpisah antara satu
dengan yang lain.
Bentuk
penyebaran teratur secara matematik akan dicirikan dengan besarnya
nilai keragaman akan lebih kecil daripada rata-ratanya. Hal ini
disebabkan kepadatan populasi yang relatif homogen tersebut.
3. Penyebaran Mengelompok
Bentuk
penyebaran ini seakan-akan merupakan kebalikan dari bentuk penyebaran
acak, dimana kedudukan suatu individu serangga hama pada suatu titik di
dalam ruang akan dipengaruhi oleh atau pun mempengaruhi kedudukan
individu serangga hama lain yang ada pada titik yang lain. Dengan
perkataan lain kedudukan individu serangga hama yang lain akan saling
mempengaruhi. (Tim Dosen, 2011)
2.7 Teknik Pengambilan Contoh
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling.
a. Tehnik Sampling secara Acak
Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi.
Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling.
Syarat
pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah
memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama
“sampling frame”. Yang dimaksud dengan kerangka
sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa
diambil sebagai sampel. Di samping sampling frame, peneliti juga harus
mempunyai alat yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen
populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel? Alat yang
umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau undian.
Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika
elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara
undian bisa mengganggu konsep “acak” atau “random” itu sendiri.
1. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana
Cara
atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung
deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada
setiap unsur atau elemen populasi
tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Dengan
demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk
bisa dipilih menjadi sampel
2. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena
unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut
mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka
peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Dari setiap stratum
tersebut dipilih sampel secara acak.
3. Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik
ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan
gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang
distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki
karakteristik yang homogen, maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh
mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen.
4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis
Jika
peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki
alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis
dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur
populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan
sampel adalah yang “keberapa”.
5. Area Sampling atau Sampel Wilayah
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah.
(Mustofa, 2000)
b. Teknik Sampling Terpilih
Yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel.
Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling.
1. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.
Dalam
memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali
berdasarkan kemudahan saja. Oleh karena itu ada beberapa penulis
menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street)
Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian
penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang
sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.
2. Purposive Sampling
Sesuai
dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu.
Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap
bahwa sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi
penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
3. Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
4. Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
(Mustofa, 2000)
2.8 Bentuk Penafsiran Tingkat Populasi Hama
Secara
garis besar terdapat dua teknik pendugaan kepadatan populasi serangga
di penyimpanan, yaitu pendugaan kepadatan absolut dan pendugaan
kepadatan relatif. Selain itu, kepadatan populasi juga dapat diduga dengan mengukur tingkat kerusakannya.
a. Pendugaan Kepadatan Absolut
Pendugaan kepadatan absolut berdasar pada jumlah absolut serangga yang ikut tertangkap dalam contoh bahan simpan yang diambil. Alat
sampling yang digunakan antara lain berupa spear untuk bahan simpan
dalam kemasan/karung, pneumatic sampler untuk bahan simpan curahan dan
pelican sampler untuk bahan simpan curahan yang sedang bergerak.
Pendugaan
kepadatan absolut juga dapat dilakukan secara tidak langsung dengan
teknik penangkapan kembali serangga yang ditandai secara radioaktif atau
fluoresen. Dengan melepaskan sejumlah tertentu serangga yang telah ditandai, kepadatan populasi dapat dihitung menurut rumus:
Dengan
Q melambangkan kepadatan populasi, m adalah jumlah serangga ditandai
yang dilepaskan, n adalah jumlah total serangga yang tertangkap dan r
adalah jumlah serangga ditandai yang ikut tertangkap. Teknik lain
menggunakan alat ayakan/saringan dan corong Berlese.
b. Pendugaan Kepadatan Relatif
Berbeda
dengan pendugaan kepadatan populasi absolut, pendugaan kepadatan
relatif menggunakan perangkap yang tidak bisa memberikan data jumlah
serangga per satuan berat bahan simpan, luas area sampling dsb. Pendugaan
ini lebih tergantung pada keefektifan alat, misalnya data dari
perangkap berperekat tidak bisa dibandingkan dengan pitfall trap. Perangkap berumpan akan berbeda hasilnya dengan perangkap berferomon. Perangkap
sebenarnya adalah alat yang efektif untuk deteksi dan monitoring
serangga pascapanen, namun data hasil pendugaan kepadatan relatif harus
dapat dikonversi menjadi data kepadatan absolut dengan pendekatan
regresi yang tepat. Pendugaan
kepadatan relatif memang lebih mudah dilakukan, tapi tanpa adanya
korelasi dengan data kepadatan absolut, data yang diperoleh tidak
berarti apa-apa bagi pengendalian.
c. Pendugaan berdasar Tingkat Kerusakan yang Teramati
Selain
pendugaan kepadatan populasi absolut dan relatif, kepadatan populasi
serangga juga dapat diperkirakan dari tingkat kerusakan yang dapat
diamati pada bahan simpan. Banyaknya
biji yang terserang, jejak serangga pada tepung simpanan, dan
keberadaan sutera yang dihasilkan larva ngengat dapat digunakan untuk
mengukur tingkat kepadatan populasi serangga pascapanen yang
menyebabkannya.
Adakalanya universe suatu sampling sangat besar sehingga diperlukan waktu yang lama dan biaya tinggi. Dalam
kondisi seperti ini, pekerjaan sampling menjadi tidak praktis sehingga
diperlukan teknik sampling alternatif yang lebih ekonomis namun masih
dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya. Sejumlah teknik alternatif itu diantaranya adalah:
· Sampling
berjenjang (Hierachial sampling), unit contoh dibagi menjadi sub-sub
unit contoh dan satu sub unit contoh dipilih untuk mewakili setiap unit
contoh.
· Sampling berganda (Double sampling), dilakukan sampling pendahuluan sebelum dilakukan sampling yang sebenarnya.
· Sampling
dengan intensitas berubah-ubah (Variable-intensity sampling), sampling
dilakukan lebih intensif bila hasilnya (misalnya rata-rata jumlah
serangga) mendekati nilai kritis.
(Pracaya, 1999)
2.9 Macam-macam Perangkap
Penggunaan perangkap dapat mempermudah deteksi secara visual. Ada beragam jenis perangkap, secara umum terbagi menjadi:
· Flight trap, serangga tertarik dan terbang ke arahnya.
· Refuge trap, serangga datang untuk berlindung
· Pitfall trap, serangga jatuh ke dalamnya.
Efisiensi
perangkap dapat ditingkatkan dengan penggunaan umpan berupa makanan
maupun zat atraktan. Perangkap seperti ini dapat digunakan memonitor
populasi hama bahkan dalam tingkat kepadatan rendah.
(Tjahjadi, 1991)
2.10 Hama Penting Tanaman Cabe
1. Nama : Thrips (Thrips parvispinus)
Warna tubuh nimfa kuning pucat, dewasa berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Terdapat 105 jenis tanaman yang dapat menjadi inangnya antara lain
tembakau, kopi, ubi jalar, klotalaria dan kacang-kacangan. Thrips
menyerang tanaman cabai sepanjang tahun, serangan hebat umumnya terjadi
pada musim kemarau
Gejala:
Permukaan bawah daun yang terserang berwarna keperak-perakan dan daun mengeriting atau berkerut. Intensitas serangan dapat mencapai 87%.
Pengendalian:
Pemantauan dilakukan pada 10-20 tanaman cabai secara berkala (5 hari sekali) Bila ditemukan populasi 5-10 Thrips/daun muda perlu dikendalikan dengan pestisida seperti pegasus, mesural sesuai dosis anjuran. Memasang perangkap kuning di pertanaman cabai sebanyak 40 buah/ha
2. Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)
Tanaman
yang seringkali diserang oleh larva lalat buah diantaranya adalah
belimbing, mangga, nangka, rambutan, melon, dan semangka, cabai, jeruk,
jambu, pisang susu dan pisang raja sere.
Gejala Serangan:
Gejala serangan pada buah yang terinfestasi lalat buah ditandai dengan adanya noda-noda kecil bekas tusukan ovipositornya. Rata-rata tingkat serangan lalat buah pada cabai berkisar antara 20-25%.
Pengendalian:
Memasang perangkap methil eugenol (ME) sebanyak 50-100 buah/ha, pada saat tanaman berbunga. Lalat buah yang tertangkap kemudian dimusnahkan.
(BBPPTP)
3. Ulat G rayak ( Spodoptera lituraF)
Gejala Serangan:
larva
yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara
serentak berkelompok. dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian
atas, transparan dantinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva
berada di permukaan bawah daun,umumnya terjadi pada musim kemarau.
(AnonymousA, 2011)
4. Nama : Kutu Daun (Myzus persicae)
Hama
ini memiliki warna tubuh kuning kehijauan dan memiliki antena yang
relatif panjang, kira-kira sepanjang tubuhnya. Lamanya daur hidup :
7-10hari.
Gejala serangan :
Gejala serangan :
Secara
langsung, kutu daun ini mengisap cairan tanaman. Akibatnya, daun yang
terserang keriput, berwarna kekuningan, terpuntir dan pertumbuhan
tanaman terhambat (kerdil), sehingga tanaman menjadi layu dan mati.
Pengendalian : Gunakan Curacron 500 EC dengan konsentrasi 2 ml/l air atau Pegasus 500 SC dengan konsentrasi 1.5 ml/l air. Keduanya digunakan secara bergantian.
Pengendalian : Gunakan Curacron 500 EC dengan konsentrasi 2 ml/l air atau Pegasus 500 SC dengan konsentrasi 1.5 ml/l air. Keduanya digunakan secara bergantian.
(AnonymousB, 2011)
5. Tungau (Mite)
Hama mite selain menyerang jeruk, dan apel menyerang tanaman cabe juga. Tungau bersifat parasit dimana dia merusak daun, batang maupun buah yang mengakibatkan perubahan warna dan bentuk.
Gejala Serangan:
Dengan menghisap cairan daun sehingga warna daun terutama pada bagioan bawah menjadi berwarna kuning kemerahan , bentuk daun menjadi menggulung ke bawah dan akibatnya pucuk bisa mengering yang akhirnya menyebabkan daun rontok. Dalam klasifikasi tungau termasuk dalam Ordo Acarina, Kelas Arachnidae bukan termasuk golongan serangga. Tungau berukuran sangat kecil dengan panjang badan sekitar 0.5 mm, berkulit lunak dengan kerangka chitin. Seperti halnya thrips, hama ini juga berpotensi sebagai pembawa virus.
Pengendalian hama mite secara kimia dapat kita lakukan penyemprotan menggunakan akarisida Samite 135EC. Konsentrasi yang dianjurkan adalah 0.25 – 0.5 ml/L.
Hama mite selain menyerang jeruk, dan apel menyerang tanaman cabe juga. Tungau bersifat parasit dimana dia merusak daun, batang maupun buah yang mengakibatkan perubahan warna dan bentuk.
Gejala Serangan:
Dengan menghisap cairan daun sehingga warna daun terutama pada bagioan bawah menjadi berwarna kuning kemerahan , bentuk daun menjadi menggulung ke bawah dan akibatnya pucuk bisa mengering yang akhirnya menyebabkan daun rontok. Dalam klasifikasi tungau termasuk dalam Ordo Acarina, Kelas Arachnidae bukan termasuk golongan serangga. Tungau berukuran sangat kecil dengan panjang badan sekitar 0.5 mm, berkulit lunak dengan kerangka chitin. Seperti halnya thrips, hama ini juga berpotensi sebagai pembawa virus.
Pengendalian hama mite secara kimia dapat kita lakukan penyemprotan menggunakan akarisida Samite 135EC. Konsentrasi yang dianjurkan adalah 0.25 – 0.5 ml/L.
(AnonymousB, 2011)
2.11 Penyakit Penting Tanaman Cabe
a. Penyakit virus kuning
Penyebab:
virus gemini yang juga banyak menyerang tanaman tembakau, tomat.
Gejala:
Ø Dari
jauh hamparan pertanaman cabai berubah dari warna hijau menjadi
menguning. Warna kuning hampir mirip penyakit bulai pada jagung sehingga
sebagian petani menyebutnya penyakit ”Bulai Amerika”.
Ø Pengamatan lapang menunjukkan pertanaman cabai merah yang 100% terserang tidak menghasilkan buah sama sekali.
Ø Variasi gejala yang mungkin timbul pada cabai adalah sbb:
ü Tipe -1. Gejala diawali dengan pucuk
mengkerut cekung berwarna mosaik hijau pucat, pertumbuhan terhambat,
daun mengkerut dan menebal disertai tonjolan berwarna hijau tua.
ü Tipe-2. Gejala diawali dengan mosaik kuning pada pucuk dan daun muda, gejala berlanjut pada hampir seluruh daun menjadi bulai.
ü Tipe-3.
Gejala awal urat daun pucuk atau daun muda berwarna pucat atau kuning
sehingga tampak seperti jala, gejala berlanjut menjadi belang kuning,
sedangkan bentuk daun tidak banyak berubah.
ü Tipe-4.
Gejala awal daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaik
ringan, gejala berlanjut dengan seluruh daun berwarna kuning
cerah,bentuk daun berkerut dan cekung dengan ukuran lebih kecil, serta
pertumbuhan terhambat.
Pengendalian:
· Mengolah lahan dengan baik serta memberikan pupuk berimbang untuk cabai yaitu pupuk kandang
20-30 ton /ha, Urea 100-150 kg, 300-400 kg ZA, 150-200 kg TSP dan KCl
150-200 kg/ha, serta pemakaian plastik mulsa putih perak.
· Pembibitan dengan cara penyungkupan tempat semaian dengan kain kasa atau plastik yang telah dilubangi. Dan membuat rak pembibitan setinggi lebih kurang 1 m
· Untuk daerah yang baru terkena serangan penyakit virus kuning tanaman muda (sampai 30 hari) yang terserang segera dimusnahkan, dan disulam/diganti dengan tanaman yang sehat.
· Pada
daerah-daerah yang telah terserang berat, tanaman muda yang terserang
tidak dimusnahkan, tetapi dibuang bagian daun yang menunjukkan gejala
kuning keriting dan kemudian disemprotkan pupuk daun.
b. Penyakit Antraknosa (Colletotrichum sp)
Penyebab:
Penyebab penyakit ini adalah cendawan Colletotrichum capsici atau Colletotrichum gloeoporioides.
Gejala:
Gejala:
· Gejala pada buah membuat buah busuk. Penyakit dapat menginfeksi buah matang maupun buah muda.
· Gejala awal adalah bercak kecil seperti tersiram air, luka ini berkembang dengan cepat sampai ada yang bergaris tengah 3-4 cm. Perluasan
bercak yang maksimal membentuk lekukan dengan warna merah tua coklat
muda, dengan berbagai bentuk konsentrik dari jaringan stromatik cendawan
yang berwarna gelap.
· Pada bagian tengah bercak pada buah terdapat kumpulan titik hitam yang merupakan kelompok spora.
Pengendalian:
· Pemantauan dilakukan secara berkala
· Bila terdapat daun/buah tanaman sakit, bagian tanaman yang sakit dimusnahkan.
· Pertanaman disemprot dengan fungisida seperti Antrakol dengan dosis sesuai anjuran.
c. Penyakit bercak daun/ penyakit mata katak atau totol.
Penyebab:
penyakit ini adalah cendawan Cercospora capsici.
Gejala:
· Pada
daun terdapat bercak-bercak kecil berbentuk bulat. Bercak ini dapat
meluas hingga mencapai garis tengah lebih dari 0,5 cm. Pusat bercak
berwarna pucat sampai putih, dengan tepi berwarna lebih tua.
· Pada
serangan berat, daun-daun menjadi gugur. Selain menyerang daun, bercak
juga sering ditemukan pada batang, juga tangkai buah.
· Serangan pada tangkai buah dapat meluas ke bagian buah dan menyebabkan gugur buah.
Pengendalian:
Dilakukan dengan penyemprotan fungisida Difenoconazole dengan konsentrasi 0,5 ml/l. Interval penyemprotan 7 hari.
Dilakukan dengan penyemprotan fungisida Difenoconazole dengan konsentrasi 0,5 ml/l. Interval penyemprotan 7 hari.
d. Layu bakteri
Penyebab:
Penyebab layu bakteri ini adalah Pseudomonas solanacearum.
gejala :
Penyebab layu bakteri ini adalah Pseudomonas solanacearum.
gejala :
· Bakteri ini biasanya ditularkan melalui tanah, benih, bibit, sisa-sisa tanaman , pengairan, nematoda atau alat-alat pertanian.
· Tanaman yang sehat tiba –tiba saja layu yang dalam waktu tidak sampai 3 hari besoknya langsung mati.
· Untuk
memastikan penyebab layu tersebut kita bisa mengambil tanaman yang
terserang , kemudian pangkal batangnya dibelah untuk direndam pada gelas
yang berisi air bening. Apabila bakteri maka akan ditandai dengan
keluarnya cairan berwarna coklat susu berlendir semacam asap yang keluar
pembuluh batangnya di dalam air.
Pengendalian:
· Menyingkirkan tanaman yang terserang, dan tetap menjaga agar bedengan tanam selalu dalam kondisi kering di luar.
· Melakukan rotasi tanaman dengan tanaman yang tidak sefamili bisa mengurangi resiko serangan penyakit tersebut.
· Secara
kimiawi, penyakit ini dapat dicegah dengan menyiram larutan Kocide 77WP
konsentrasi 5 – 10 gr/liter pada lubang tanam sebanyak 200 ml/tanaman
interval 10 – 14 hari dan dimulai saat tanaman mulai berbunga.
e. Busuk Batang dan Busuk Daun
Penyebab:
Penyebab penyakit ini adalah cendawan Phytophthora capsici.
Gejala:
· Infeksi pertama terjadi pada titik tumbuh, bunga dan pucuk daun, kemudian menyebar ke bagian bawah tanaman.
· Pucuk daun berubah warna dari hijau muda menjadi warna coklat, lalu hitam dan akhirnya membusuk.
· Busuk ini merata menuju ke bagian bawah tanaman dan menyerang kuncup bunga yang lain, sehingga seluruh bagian atas tanaman terkulai.
· Batang yang terserang menjadi busuk kering, kulitnya mudah terkelupas, akhirnya tanaman mati.
· Dalam kondisi kelembaban tinggi terbentuk bulu-bulu berwarna hitam yang muncul dari jaringan yang terinfeksi cendawan.
Pengendalian:
· Sanitasi lapangan dengan cara memusnahkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dan gulma yang bersifat inang.
· Rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang, seperti dari padi-padian dan palawija Pengendalian serangga inang yang dapat menularkan dari satu tanaman ke tanaman lain.
· Mengatur waktu tanam yaitu dengan tidak menanam cabai
· merah pada musim hujan dengan curah hujan tinggi.
· Mengurangi kerapatan tanaman dengan cara mengatur jarak tanam.
· Memperbaiki drainase lahan.
Menggunakan
fungisida yang cocok untuk cendawan antara lain fungisida sistemik
Acelalamine, Dimethomorp, Propamocarb, Oxadisil, dan pemakaian fungisida
kontak Klorotalonil. Pemberian fungisida dilakukan secara bergilir (BBPPTP, 2008).
2.12Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Hama
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua (Little, 1971) yaitu:
1. Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ tubuh dan keadaan fisiologisnya.
2.
Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang
mempengaruhinya langsung dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik
dan makanan.
Kedua
kelompok tersebut bekerjasama membentuk corak lingkungan hidup yang
berbeda yang bersifat menekan atau merangsang perkembangan OPT. kelompok
factor luar dapat dibedakan lagi menjadi factor fisik, biotic dan
factor makanan.
Faktor
fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah
merupakan faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi
penyebaran OPT. Hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi yang
menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung
menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh.
Faktor
biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan
berperan dalam keseimbangan populasi OPT. Termasuk dalam faktor biotik
adalah parasit, predator, kompetisi dan resistensi tanaman.Faktor
makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan OPT. tersedianya
inang(tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan factor
pembatas dalam menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity)
lingkungan atas OPT.
Faktor
cuaca mempunyai peranan penting dalam siklus kehidupan serangga. Dalam
batas yang luas, cuaca mempengaruhi penyebarannya, kelimpahanya, dan
sebagai salah satu faktor utama penyebab timbulnya serangan hama.
Kelimpahan
serangga berhubungan erat dengan perbandingan antara kelahiran dan
kematian pada suatu waktu tertentu. Kelahiran dipengaruhi antara lain
oleh cuaca, makanan dan taraf kepadatannya. Kematian terutama
dipengaruhi oleh cuaca dan musuh alami. Kepadatan dapat mengakibatkan
emigrasi yang dapat berarti sebagai kurangnya individu di suatu lokasi
yang dianggap suatu kematian. Cuaca berpengaruh langsung terhadap
tingkat kelahiran dan kematian, secara tidak langsung cuaca mempengaruhi
hama melalui pengaruhnya terhadap kelimpahan organisme lain termasuk
musuh alaminya.
Organisme,
khususnya serangga mempunyai daya menahan pengaruh faktor lingkungan
fisik sehingga menjadi kebal. Organisme serangga dapat mengatasi keadaan
yang ekstrem berupa adaptasi yang berhubungan dengan faktor genetis
atau penyesuain yang sifatnya fisiologis. Serangga sesuai dengan
sifatnya mempunyai kemampuan meyesuaikan diri dengan lingkungan tetapi
karena serangga juga mempunyai sayap, serangga dapat pindah menghindari
tempat yang ekstrim mencari tempat yang lebih sesuai.
Faktor
cuaca dapat mempengaruhi segala sesuatu dalam sistem komunitas serangga
anatara lain fisiologi, perilaku, dan ciri-ciri biologis lainnya baik
langsung maupun tidak langsung. Faktor cuaca dapat dipisahkan menjadi
unsur-unsur cuaca: suhu, kelembaban, cahaya dan pergerakan udara/angin.
1. Suhu
Pengaruh
suhu terhadap kehidupan serangga banyak dipelajari di negara beriklim
dingin/sedang, dimana suhu selalu berubah menurut musim. Di negara
tropika seperti Indonesia keadaanya berbeda, iklimnya hampir sama
sehingga variasi suhu relatif kecil. Perbedaan suhu yang nyata adalah
karena ketinggian. Serangga adalah organisme yang sifatnya poikilotermal
sehingga suhu badan serangga banyak dipengaruhi dan mengikuti perubahan
suhu udara.
Beberapa
aktifitas serangga dipengaruhi oleh suhu dan kisaran suhu optimal bagi
serangga bervariasi menurut spesiesnya. Secara garis besar suhu
berpengaruh pada kesuburan/produksi telur, laju pertumbuhan dan migrasi
atau penyebarannya.
Mengukur
kecepatan pertumbuhan serangga dalam hubungannya dengan suhu dapat
dilakukan sengan thermal constant. Hal tersebut berdasarkan asumsi bahwa
terdapat hubungan antara perkembangan serangga dengan jumlah thermal
constant biasanya dinyatakan dengan hari derajat (day degree
accumulation). Walaupun kurang tepat namun sering digunakan untuk
perkiraan perkembangan serangga.
Kematian
serangga dalam hubungannya dengan suhu terutama berkaitan dengan
pengaruh batas-batas ekstrim dan kisaran yang masih dapat
ditahanserangga (suhu cardinal). Suhu yang sangat tinggi mempunyai
pengaruh langsung terhadap denaturasi/ merusak sifat protein yang
mengakibatkan serangga mati. Pada suhu rendah kematian serangga terjadi
karena terbentukknya kristal es dalam sel.
2. Kelembaban
Serangga
seperti juga hewan yang lain harus memperhatikan kandungan air dalam
tubuhnya, akan mati bila kandungan airnya turun melewati batas
toleransinya. Berkurangnya kandungan air tersebut berakibat kerdilnya
pertumbuhan dan rendahnya laju metabolisme. Kandungan air dalam tubuh
serangga bervariasi dengan jenis serangga, pada umumnya berkisar antara
50-90% dari berat tubuhnya. Pada serangga berkulit tubuh tebal kandungan
airnya lebih rendah.
Agar
dapat mempertahankan hidupnya serangga harus selaluu berusaha agar
terdapat keseimbangan air yang tepat. Beberapa serangga harus
dilingkungan udara yang jenuh dengan uap air sedang yang lainnya mampu
menyesuaikan diri pada keadaan kering bahkan mampu menahan lapar untuk
beberapa hari.
Kelembaban juga mempengaruhi sifat-sifat, kemampuan bertelur dan pertumbuhan serangga.
3. Cahaya
Cahaya
mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan, perkembangannya dan tahan
kehidupannya serangga baik secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya
mempengaruhi aktifitas serangga, cahaya membantu untuk mendapatkan
makanan, tempat yang lebih sesuai.
Setiap
jenis serangga membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda untuk
aktifitasnya. Berdasarkan hasl di atas serangga dapat digolongkan
menjadi :
o Serangga diurnal yaitu serangga yang membutuhkan intensitas cahaya tinggi aktif pada siang hari
o Serangga krepskular adala serangga yang membutuhkan intensitas cahaya sedang aktif pada senja hari.
o Serangga nokturnal adalah serangga yang membutuhkan intensitas cahaya rendah aktif pada malam hari.
4. pergerakan udara
Pergerakan
udara merupakan salah satu faktor yang penting dalam penyebaran
kehidupan serangga. Penyebaran arah serangga kadang mengikuti arah
angin.
Faktor
fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah
merupakan faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi
penyebaran OPT. Hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi yang
menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung
menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh.
(Semangun, 1979)
2.13 Faktor yang Mempengaruhi Epidemiologi Tumbuhan
Penyakit
tumbuhan adalah kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh jamur,
bakteri, virus, mikoplasma, dan yang disebabkan oleh faktor lingkungan
yang tidak cocok.
Sebagai
penyebab penyakit, jamur dan cendawan memegang peranan paling penting.
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri disebut
penyakit parasiter. Penyakit yang disebabkan oleh faktor luar seperti
kekurangan hara, suhu yang tidak sesuai disebut penyakit fisiologis,
penyakit fisiogenis atau penyakit abiotis.
Jamur penyebab
penyakit tumbuhan kebanyakan disebarkan dengan beberapa macam bentuk
spora, atau dengan potongan-potongan benang jamur. Alat-alat penular ini
disebarkan oleh angin, air, hewan, dan manusia maupun oleh kontak
antara bagian tanaman yang sehat dengan yang sakit, dan dapat juga
terbawa bahan tanaman seperti biji dan umbi.
Virus dan mikoplasma disebarkan oleh serangga, oleh manusia sendiri maupun terbawa oleh bahan tanaman.
Spora jamur jika jatuh pada jaringan tumbuhan yang peka, dan faktor luar sesuai,
akan berkecambah dengan membentuk pembuluh kecambah, yang untuk
sementara waktu tumbuh pada permukaan tumbuhan. Spora dan pembuluh
kecambah ini sangat peka terhadap perubahan faktor luar. Disamping itu
juga peka terhadap lapisan pestisida yang mungkin ada dipermukaan badan
tanaman.
Di
alam, agar terjadi sesuatu penyakit harus ada tiga komponen, yaitu :
pathogen, faktor luar, dan tumbuhan atau hospos (“host”). Komponen ini
membentuk “segitiga penyakit” (“disease triangle”). Untuk pertanaman
(crop), faktor manusia sangat menentukan bagi terjadinya penyakit.
Manusia mempengaruhi pathogen, faktor lingkungan maupun tanamannya.
Dengan demikian maka pada penyakit pertanaman terdapat “segiempat
penyakit” (“disease square”) (Robinson, 1976).
Mengingat
penyebab-penyebab penyakit sangat halus, maka faktor lingkungan sangat
besar pengaruhnya terhadap terjadinya penyakit.
(Maheswari, 1970)
BAB III
METODOLOGI
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Pengamatan
o Tempat : Lahan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya – Ngijo
o Waktu : 16 November 2011
3.2 Alat Bahan dan Fungsi
o Alat
· Spore trap, untuk menangkap spora dan penyakit di udara
1. Objek Glass : Sebagai media tempat meletakan minyak twin
2. Petridish : Sebagai tempat untuk menyimpan spora di lab
3. Plastik Wraping : Sebagai alat untuk membungkus petridish
4. Selotip : Sebagai alat untuk menempelkan objek glass ke tanaman
· Yellow trap, untuk menangkap serangga terbang
1. Kayu : Sebagai alat untuk meletakkan yellow trap
2. Botol air mineral : Sebagai alat untuk melingkarkan yellow trap
· Pit fall, untuk menangkap serangga di tanah
1. Plastik : Untuk penyimpanan semantara serangga
2. Gelas air mineral : Untuk tempat perangkap
3. Cetok : Untuk menggali tanah
4. Pengaduk : Untuk menghomogenkan larutkan
o Bahan
· Spore trap
1. Minyak twin : Bahan supaya spora bisa melekat
· Yellow trap
1. Kertas + feromon : Untuk menangkap serangga
· Pit fall
1. Detergen : Untuk menarik serangga agar masuk ke perangkap
2. Air : Sebagai pelarut detergen
3.3 Cara Kerja
a. Spore trap
Siapkan 3 buah gelas preparat
Gelas preparat diolesi minyak twin secara merata pada satu sisi nya
Satu sisi lagi di tempeli double tip/ selotip
Tempelkan
pada tanaman cabai, pada 3 bagian yaitu: bagian atas (daun bagian
atas), bagian tengah (daun bagian tengah), dan bagian bawah
(batang bagian bawah)
Biarkan selam 24 jam
Setelah 24 jam gelas preparat diambil, ditaruh dalam petridish dan di wrapping
Diamati dalam mikroskop (hitung jumlah dan dokumentasikan spora)
b. Yellow trap
Menyiapkan alat dan bahan
Lingkarkan yellow trap pada botol air mineral, yang ada feromon di luar
Lekatkan kedua ujung nya dengan menggunakan double tip atau secara langsung antar ujung yellow trap
Masukkan botol kedalam kayu yang sudah ditempelkan kedalam lahan pengamatan dengan tinggi tidak melebihi tinggi tanaman.
Ambl yellow trap setelah satu hari
Masukkan dalam kantong plastik
Amati dan identifikasi hewan/serangga yang tertangkap (dokumentasikan)
c. Pit fall
Siapkan 10 gelas air mineral
Larutan detergen ( isi gelas aqua dengan larutan sabun sebanyak kurang lebih dengan tebal 2 cm)
Lubang untuk meletakkan pit fall, letak disesuaikan dengan keadaan lahan dan metode penggambilan sempel
Benamkan gelas air mineral tadi ke dalam tanah, sampai ujung gelas rata dengan permukaan tanah
Letakan 10 gelas air mineral tersebut di setiap sudut dan secara acak sisanya
Diamkan selama 24 jam
Ambil Serangga hama yang terkumpul
masukkan dalam kantong plastic setelah 1 hari pitfall dipasang
Melakukan identifikasi terhadap serangga hama
Hasil
3.4 Fungsi Perlakuan
Untuk
perlakuan pertama yaitu pemasangan spore trap, hal pertama yang harus
di lakukan adalah objek glass/gelas preparat di lumuri dengan minyak
twin, tujuan nya agar spora menempel pada objek glass. Oblek glass
diletakkan pada tiga bagian ajir, yaitu bagian atas, tengah dan bawah.
Dibiarkan selama 1x 24 jam. Ambil dan lakukan
pengamatan pada laboratorium dengan memindahkan ke petri dish terlebuh
dahulu lalu diamati dengan menggunakan mikroskop. Spore trap ini
digunakan untuk menjebak spora dan penyakit yang terbawa angin dan
berterbangan di udara.
Untuk
perlakuan kedua yaitu pemasangan yellow trap, yang pertama adalah
melingkarkan kertas yellow trap pada botol air mineral dan bagian yang
ada feromon nya di luar, hal ini bertujuan agar serangga nya dapat
tertangkap, setelah selesai di lingkarkan pada botol air mineral,
tancapkan pada bambu/kayu botol air mineral tadi, selanjutnya tancapkan
di lahan, untuk penancapannya jangan terlalu tinggi , jangan lebih
tinggi dari tanaman yang ada di lahan tersebut, minimal harus sama agar
serangga – serangga yang ada di lahan tersebut dapat tertangkap dengan optimum. Yellow trap digunakan untuk menarik hama yang tertarik akan warna kuning.
Untuk
perlakuan ketiga yaitu pemasangan pitfall, dengan menyiapkan gelas aqua
yang diisi air sabun atau detergen, maksudnya agar serangga yang ada di
permukaan tanah dapat tertarik dengan bau nya, untuk airnya jangan
terlalu penuh agar serangga yang telah terjebak masuk tidak dapat
kembali keluar dari gelas air mineral. Biarkan selama 1 x 24 jam. Lalu
ambil dan masukkan serangga yang tertangkap dalam plastik. Pit fall
digunakan untuk menjebak hama / serangga yang hidupnya di permukaan
tanah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penangkapan Spora
a. Jumlah Spora
Jumlah spora berdasarkan peletakan posisi objek glass pada tanaman
Bagian Atas Tanaman
|
Bagian Tengah Tanaman
|
Bagian Bawah Tanaman
|
1 Spora
|
1 Spora
|
0 Spora
|
c. Gambar
Gambar Spora
c. Analisa Hasil Pengamatan
Dari
spore trap yang telah di letakan di lahan kemudian di lakukan
pengamatan dengan menggunakan mikroskop di laboratorium , spora yang
diamati kurang dapat terlihat jelas, namun dari ketiga objek glass tadi
setelah diamati dengan seksama ternyata terlihat, walaupun agak kurang
jelas, yaitu pada objek glass yang di letakan di bagian atas tanaman di
temukan 1 spora , di bagian tengah 1 spora dan pada objek glass yang di
letakan di bagian bawah tanaman di temukan 0 spora.
Hal itu karena spora itu mudah tertiup angin maka sebaranya lebih banyak d bagian atas
tanaman. Selain itu spora juga terdapat pada buah cabai yang terkena
antraknosa dimana salah satu ciri terkena antraknosa itu pada bagian
tengahnya terdapat bercak hitam itu nerupakan sekumpulan dari spora,
pemasangan perangkap yang dekat dengan buah yaitu bagian tengah dan atas
ada spora yang tertangkap. Sedangkan untuk yang paling bawah tidak ada
spora, karena selain jauh dari buah dan juga spora yang mendarat ditanah
tidak akan aktif dan persebaran spora adalah melalui angin jadi peluang
spora mendarat lebih besar pada bagian atas dan tengah.
4.2 Pit Fall
Gambar arthropoda pada pitfall
a. Hama
Nama Arthropoda
|
Jumlah
|
Jangkrik
|
4
|
Kutu Daun (chrysomitidae)
|
1
|
Kumbang (meloidae)
|
12
|
Kumbang (palacridae)
|
1
|
b. Musuh Alami
Nama Arthropoda
|
Jumlah
|
Laba-laba
|
16
|
Semut
|
1
|
c. Hewan Lain
Nama
|
Jumlah
|
Kepiting
|
2
|
d. Analisa Hasil Pengamatan
Dari
hasil pengamatan di laboratorium di dapat hewan-hewan yang terperangkap
pada pit fall ialah laba-laba ada 16 ekor, jangkrik serta semut ada 1
ekor, yang mana kedua hewan tersebut berperan sebagai musuh alami karena
memakan serangga hama yang ada di lahan cabai , kemudian ada jangkrik
yang jumlah nya ada 4 ekor, kutu daun 1 ekor, serta kumbang (meloidae)
dan kumbang (palacridae) yang jumlah nya masing-masing ada 12 dan 1
ekor, hewan-hewan tersebut berperan sebagai hama pada lahan cabai yang
diamati. Kutu daun sendiri merupakan serangga hama yang juga andil
merusak tanaman cabe, serangan nya berakiat pada daun-daun yang di hisap
nya melengkung ke atas , keriting dan belang-belang, hingga akhirnya
dapat terjadi kerontokan.
Sedangkan
di dapat pula dalam pitfaal hewan lain yaitu kepiting 2 ekor, kepiting
ini sebenarnya merupakan predator laut, karena lahan cabe yang diamati
berdekatan dengan sawah dan selokan , yang mana merupakan habitat hidup
kepiting sehingga kepitingpun ikut terperangkap pada pit fall yang di
tanam di lahan cabe.
4.3 Yellow Trap
Gambar arthropoda pada yellow trap
a. Hama, Predator , Serangga
No
|
Nama Arthropoda
|
Jumlah
|
Peran
| ||
Hama
|
Predator
|
Serangga/Polinator
| |||
1
|
Lalat
|
5
| | | |
2
|
Nyamuk
|
15
| | | |
3
|
Lalat Hijau
|
2
| | | |
4
|
Lebah 1 (Dip. Mydidae)
|
1
| | | |
5
|
Lebah 2 (Dip. Conopidae)
|
1
| | | |
b. Hewan Lain
Nama
|
Jumlah
|
Hewan Malam
|
68
|
c. Analisa Hasil Pengamatan
Dalam
pengamatan di laboratorium di dapatkan dari yellow trap yang telah di
pasang di lahan selama 24 jam yaitu lalat berjumlah 5 ekor, nyamuk 15
ekor dan lalat hijau 2 ekor, ke
tiga ekor hewan tersebut berperan sebagai hama dalam lahan cabe. Lalat
di katakan hama karena pada buah cabe yang menunggu panen bisa habis
dalam sekejap karen lalat dan menjadi santapannya, dengan cara menusuk
pada buah dan meletakkan sel telur nya, mentas menjadi larva kemudian
merusak buah cabe dari dalam, buah yang rusak tentu tidak akan laku bila
di jual , tentu saja hal ini sangat merugikan sekali. Kemudian ada
nyamuk, bisa saja nyamuk itu di katakan sebagai serangga lain, namun
karena lahan yang di amati sangat dekat dengan sawah jadi nyamuk yang
ada di lahan dan tertangkap oleh pitfall itu merupakan nyamuk sawah,
yang mana menyerap sari-sari makanan lewat batang tanaman dengan
menusukan jarum suntik di mulutnya, jika keadaan nya seperti demikian
maka dikatakan sebagai hama karena sifatnya yang merugikan tanaman.
Kemudian dalam yelow trap juga di temukan lebah yang jumlah nya ada 2, lebah disini berperan sebagai serangga penyerbuk atau yang lebih di kenal dengan nama polinator, hewan ini membantu penyerbukan tanaman cabe .
Di temukan juga 68 ekor, cukup banyak hewan malam yang tertangkap oleh yellow trap , karena saat pemasangan yellow trap di lakukan pada sore hari kemudian di biarkan selama 24 jam, yaitu dimulai dari sore ke malam kemudian sampai ke sore lagi, sehingga tidak heran jika banyak hewan malam yang terperangkap dalam yellow trap.
Di temukan juga 68 ekor, cukup banyak hewan malam yang tertangkap oleh yellow trap , karena saat pemasangan yellow trap di lakukan pada sore hari kemudian di biarkan selama 24 jam, yaitu dimulai dari sore ke malam kemudian sampai ke sore lagi, sehingga tidak heran jika banyak hewan malam yang terperangkap dalam yellow trap.
BAB V
PENUTUP
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam
praltikum yang telah di laksanakan digunakan tiga perangkap yaitu,
spore trap, pitfall dan yellow trap, dapat disimpulkan dari hasil
praktikum yaitu :
· Spore trap
Spore
trap di pasang dengan cara memasang minyak twin pada objek glass yang
di tempelkan pada ketiga bagian tanaman, spore trap ini efektif untuk
menangkap spora dan penyakit yang berterbangan di udara. Dari praktikum
di lahan di temukan 1 spora pada objek glass yang di pasang di bagian
atas tanaman, 1 spora yang di pasang di bagian tengah tanaman, dan 0
spora pada bagian bawah spora.
· Yellow trap
Yellow
trap di pasang dengan cara menggunbakan kertas yang telah di lumuri
feromon , agar serangga tertarik dan kertas ini juga berwarna kuning
agar dapat menarik serangga yang tertarik dengan warna kuning, selain
itu juga yellow trap ini dapat menangkap / memerangkap serangga yang
terbang di atas lahan. Di dapat dari perangkap yang telah di pasang
adalah lalat 5 ekor, nyamuk 15 ekor, lalat hijau 2 ekor, lebah 2 ekor.
· Pit fall di pasang dengan cara menggunakan larutan detergen yang berfungsi untuk menarik serangga, kemudian di
masukan ke dalam gelas air mineral dan di benamkan rata dengan
permukaan tanah, sehingga serangga yang berada di permukaan tanah dapat
masuk ke dalam pitfall. Di dapat dari pitfall yang di pasang adalah
laba-laba 16 ekor , jangkrik 4 ekor, semut 1 ekor, kumbang 13 ekor, kutu
daun 1.
· Dari
perangkap yang dipasang juga di temukan hewan lain yang tertangkap, hal
ini karena lahan cabe yang berbatasan langsung dengan hewan lain
tersebut dan waktu pemasangan perangkap yang melewati masa hidup hewan
lain yang tertangkap
5.2 Saran
Dalam
praktikum peramalan hama dan epidomolgi telah berjalan dengan cukup
lancar, hanya saja saya pribadi sebagai praktikan yang telah
melaksanakan praktikum phep belum paham mengenai cara penggunaan data
yang telah di pakai kemudian dibuat menjadi suatu model peramalan, dan
juga dilakukan praktikum untuk membaca atau memahami suatu model
peramalan.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan Munzir Busnia). Gadjah Mada University Press.
AnonymousA.2011. Hama Penting Tanaman Cabai. http://buletinagraris.blogspot.com/2007/12/thrips-parvisipinus-hrips-parvisipinus.html
AnonymousB. Hama Penting Tanaman Cabai. http://buletinagraris.blogspot.com/2007/12/thrips-parvisipinus-hrips-parvisipinus.html
BBPPTP. 2008. Teknologi Budidaya Cabai. Badan Penelitian dan Pengembangan. Lampung lampung.litbang.deptan.go.id/ind/.../teknologibudidayacabai.pdf
Daryanto. 2005. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian OPT pada Tanaman Tomat. Direktorat Perlindungan Hortikultura. Jakarta.
Maheswari,
R. 1970. The physiology of penetration and infection by urediospores of
rust fungi. Dalam: Plant Disease Problems, Proceedings of the First
International Symposium on Plant Pathology, Indian Phytopathological
Society 1966/1967 : 824-829.
Mustafa, H. 2000. TEKNIK SAMPLING. Niaga Swadaya. Jakarta.
Oka, I.N. 1998. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. UGM Press. Yogyakarta.
Pracaya, 1992. Hama Penyakit Tanaman, Penebar Swadaya, Jakarta.
Robinson, R.A. 1976. Plant Pathosystems. Springer-Verlag, Berlin, 184 p.
Sastrahidayat, I.R. 1997. Fitopatometri Suatu Cara Menghitung Besarnya Tingkat Kerusakan Oleh Penyakit Tanaman. Universitas Brawijaya. Fakultas Pertanian. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Malang.
Semangun, H. 1979. PENYAKIT TUMBUHAN, HUBUNGANNYA DENGAN IKLIM DAN CUACA. UGM Press. Yogyakarta.
Tim Dosen jurusan Hama Penyakit
Tumbuhan. 2011. Modul Praktikum Peramalan Hama dan Epidomologi Penyakit
Tumbuhan. Universitas Brawijaya. Fakultas Pertanian. Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan. Malang.
Tjahjadi N., 1991. Hama dan Penyakit Tanaman, Kanisius, Yogyakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)